PERKEMBANGAN KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA
PERKEMBANGAN KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA
1. Kerajaan Kutai
Menurut banyak penelitian, Kerajaan Kutai adalah Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Sumber-sumber Sejarah peninggalan kerajaan Kutai berupa prasasti bisa diketahui perkembangan pengaruh awal agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Pengaruh kebudayaan Hindu yang masuk menyebabkan Kutai yang sebelumnya berbentuk suku berubah menjadi sistem Kerajaan. Dalam sebuah prasasti peninggalan Kerajaan Kutai yang ditemukan, disebutkan bahwa Raja Kutai yang memerintah adalah Mulawarman, anak Asmawarman, cucu Kudungga. Menurut Prof. Dr. Purbacaraka, nama Kudungga adalah nama asli Indonesia. Sedang Asmawarman yang dalam prasasti namanya disebut sebagai Wangsakarta yang menunjukkan adanya pemakaian bahasa Sansekerta. Itu menunjukkan pengaruh Hindu mulai tersebar di masa pemerintahan Asmawarman.
Masyarakat Kutai mulai mengenal tulisan dan kebudayaan karena pengaruh agama Hindu. Bukti yang mendukung hal tersebut adalah ditemukannya pada tahun 1879 yaitu empat batu bertulis (yupa) dan pada tahun 1940 tiga yupa di daerah aliran Sungai Mahakam yang menggunakan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta.
2. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara adalah Kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia yang terdapat di Jawa Barat. Sumber dari Cina mengatakan Tarumanegara disebut juga dengan Tolomo. Diperkirakan berdirinya Kerajaan Tarumanegara bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Kutai. Bukti-bukti yang memperkuat adalah peninggalan prasasti yang telah ditemukan seperti Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, dan Prasasti Lebak Muncul yang bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta.
Raja yang paling terkenal memerintah Tarumanegara adalah Raja Purnawarman yang kekuasaan wilayahnya hampir semua Jawa Barat dengan pusat kekuasaannya di Bogor. Diperkirakan ketika Purnawarman memerintah Kerajaan Tarumanegara adalah merupakan masa kejayaan Kerajaan dengan rakyatnya yang hidup sejahtera.
3. Kerajaan Kalingga
Sumber Sejarah Cina menyebut Kalingga dengan nama Holing yang berkembang pada abad ke-7 sampai ke-9. Letak Kerajaan Kalingga diperkirakan berada di Gunung Muria, Jawa Tengah. Raja yang menonjol adalah Ratu Sima yang memerintah pada tahun 674 M. Dikenal Sebagai pemimpin yang tegas, Ratu Sima membuat Kerajaan Kalingga menjadi aman dan sejahtera. Agama di Kerajaan Kalingga adalah agama Buddha. Salah satu pendeta yang pernah tinggal di Kalingga selama tiga tahun bernama Hui Ning. Selama di Kalingga, Hui Ning menerjemahkan kitab agama Buddha Mahayana ke dalam bahasa Cina yang dibantu pendeta Kerajaan Kalingga yang bernama Jnanabadhra.
4. Kerajaan Sriwijaya
Dari sumber-sumber prasasti yang ditemukan dan berita dari Cina juga dari Arab, bahwa Kerajaan Sriwijaya berdiri pada akhir abad ke-7. Sumber berita Cina dari Dinasti Tang menyebutkan bahwa di Pantai Timur Sumatera berdiri Kerajaan Shelifoshe atau Sriwijaya. Pendeta Cina yang beragama Buddha bernama I Tshing pernah singgah di Sriwijaya dalam perjalanannya ke India tahun 671 M. I Tsing menceritakan bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di India. I Tsing kemudian datang lagi ke Sriwijaya pada tahu 685 M untuk menerjemahkan kitab suci agama Buddha selama empat tahun di bawah bimbingan Sakyakirti. Dari berita Arab, Sriwijaya disebut Zabag atau Sribuza.
Peninggalan Prasasti tertua yang ditemukan dari Kerajaan Sriwijaya adalah Prasasti Kedukan Bukit, berangka tahun 683 M. Prasasti lainnya yang ditemukan antara lain adalah Prasasti Talang Tuo, Prasasti Kota Kapur, Prasasti Bangka, Prasasti Karang Berahi dan Prasasti Palas Pasemah.
Raja pertama Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta Hyang. Masa keemasan Sriwijaya terjadi pada abad ke-8 dan ke-9 pada masa kekuasaan Raja Balaputradewa. Menurut Prasasti Nalanda di India, diketahui bahwa Balaputradewa adalah cucu seorang raja dari Jawa yang berasal dari dinasti Syailendra. Ayahnya bernama Samaragrawira atau Samaratungga yang kawin dengan Dewi Tara putri dari Raja Dharmasetu (Sriwijaya). Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi jalur-jalur perdagangan anatara India dan Cina, Selat Malaka, Selat Sunda dan Semenanjung Malaya serta Tanah Genting Kra.
5. Kerajaan Mataram Kuno
Berdasarkan Prasasti Canggal yang diperkirakan dibuat pada tahun 732 M, ditulis dengan huruf Pallawa dengan menggunakan bahasa Sansekerta. Sebelum Sanjaya berkuasa, Mataram Kuno diperintah oleh Raja Sanna, paman Sanjaya. Sejak pemerintahan Raja Panangkaran, keluaraga Syailendra terbagi menjadi dua kelompok penganut agama. Sebagian menganut agama Hindu Syiwa dan sebagian lagi Buddha Mahayana. Meskipun memiliki perbedaan keyakinan, mereka tetap hidup berdampingan secara damai. Raja-raja penganut agama Buddha keturunan Syailendra yang pernah memerintah di Jawa Tengah adalah Raja Bhanu, Raja Wisnu, Raja Indra, Raja Samaratungga, dan Ratu Pramodhawardani yang berkuasa tahun 750-850 M Yang merupakan zaman kejayaan Kerajaan Mataram Kuno. Hal ini dibuktikan dengan Pembangunan candi Buddha yang megah, seperti Candi Kalasan, Candi Sewu, Candi Sari, Candi Pawon, Candi Mendut dan Candi Borobudur.
6. Kerajaan Mataram Kuno Di Jawa Timur.
Kerajaan baru yang dipindahkan Mpu Sindok dari Jawa Tengah ke Jawa Timut tetap bernama Mataram. Hal tersebut disebutkan dalam Prasasti Paradah (943 M) dan Prasasti Anjukladang (973 M). Silsilah raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur antara lain Mpu Sindok, Sri Isanatunggawijaya, Dharmawangsa, dan Airlangga.
7. Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri adalah kelanjutan dari kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur. Karena memiliki dua putra, Airlangga membagi Kerajaan agar tidak terjadi perebutan kekuasaan. Kedua Kerajaan itu adalah Kerajaan Jenggala beribu kota di Kahuripan dan Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan ibu kota Daha. Tahun 1044 M terjadi peperangan antara Kediri dan Jenggala. Perebutan kekuasaan antara Jenggala dan Panjalu berlangsung hingga tahun 1052 M. Setelah 58 tahun mengalami masa suram, Kerajaan Kediri bangkit lagi sekitar tahun 1116 M. Raja yang memerintah antara lain Rakai Sirikan Sri Bameswara, Raja Jayabaya, Raja Sarweswara, Sri Aryyeswara, Sri Gandra, Kameswara, Kertajaya.
8. Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Menurut Kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang wanita tani dari Desa Pangkur di sebelah timur Gunung Kawi. Berkat bimbingan pendeta Lohgawe, Ken Arok bersedia mengabdikan diri kepada Tunggul Ametung, akuwu Tumapel. Karena Hasrat ingin menjadi akuwu Tumapel dan memperistrikan Ken Dedes yang adalah istri Tunggul Ametung. Ken Arok melakukan tipu muslihat dan membunuh Tunggul Ametung. Ken Arok pun berhasil menjadi akuwu Tumapel dan memperistrikan Ken Dedes.
Tumapel merupakan daerah kekuasaan dari Kerajaan Kediri yang diperintah Raja Kertajaya. Pada tahu 1222, datanglah beberapa pendeta meminta bantuan Ken Arok untuk berlindung dari tindakan sewenang-wenang Kertajaya. Ken Arok pun menerima dengan senang hati dan bersiap menyusun barisan melakukan perlawanan. Akhirnya terjadilah peperangan yang dahsyat di daerah Ganter. Pasukan Kediri dan Rajanya berhasil dikalahkan oleh pasukan Ken Arok. Setelah itu Ken Arok pun dinobatkan menjadi Raja Kediri. Kerajaan Kediri dan Tumapel pun disatukan menjadi Kerajaan Singasari. Ken Arok setelah dinobatkan sebagai Raja, bergelar Sri Rajasa Bhattara Sang Amurwabhumi.
Ken Arok hanya memerintah antara tahun 1222-1227 M. Ken Arok dibunuh atas perintah Anusapati (anak Ken Dedes dan Tunggul Ametung). Anusapati pun menjadi Raja Singasari selanjutnya. Ken Arok mempunyai empat orang anak yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhartu, Panji Wregola dan Dewi Rambi. Karena tahu yang membunuh ayahnya adalah Anusapati, Tohjaya membalaskan dendamnya dengan membunuh Anusapati pada tahun 1248. Tohjaya pun menjadi raja baru Singasari setelah itu. Tak berlangsung lama, Tohjaya pun dibunuh oleh Ranggawuni, putra dari Anusapati. Ranggawuni pun menggantikan Tohjaya sebagai raja dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana. Dalam memerintah, Wisnuwardhana didampingi oleh Mahesa Cempaka, anak dari Mahesa Wongteleng. Mahesa Wongteleng adalah anak dari Ken Arok dan Ken Dedes. Wisnuwardhana memerintah sekitar tahun 1248-1268 M. Selama pemerintahannya keadaan Kerajaan aman dan damai. Wisnuwardhana meninggal pada tahun 1268 M dan tidak lama kemudian Mahesa Cempaka pun mangkat. Mahesa Cempaka mempunyai seorang anak yang bernama Lembu Tal. Lembu Tal mempunyai anak bernama Wijaya yang nantinya mendirikan Kerajaan Majapahit.
Singasari mencapai puncak kejayaannya dimasa Raja Kertanegara. Kertanegara terkenal dengan gagasannya untuk menyatukan seluruh Kerajaan-kerajaan di Nusantara di bawah payung kekuasaan Singasari. Untuk melaksanakan cita-citanya, Kertanegara melakukan ekspansi perluasan daerah dan hubungan luar negeri. Antara lain dengan adanya ekspedisi Pamalayu tahun 1275 M. Kertanegara juga menjalin Kerjasama dengan Campa untuk bersama-sama menghadapi Kubhilai Khan dari Cina. Akibat Singasari diserang Raja Kediri Jayakatwang, Kertanegara pun gugur dalam peristiwa ini. Wafatnya Kertanegara mengakhiri Riwayat Kerajaan Singasari.
9. Kerajaan Pajajaran
Berdasarkan sumber Sejarah, di daerah Jawa Barat telah berulangkali terjadi perpindahan pusat Kerajaan Hindu sesudah berdirinya Kerajaan Tarumanegara. Antara lain adalah Kerajaan Galuh, Prahjyan Sunda, Kawali dan Pakwan Pajajaran.
10. Kerajaan Majapahit
Sumber-sumber Sejarah yang menjelaskan tentang Kerajaan Majapahit sebagian besar berupa kitab sastra seperti Kitab Pararaton yang menceritakan tentang raja-raja Singasari dan Majapahit, Kitab Negarakertagama yang ditulis Mpu Prapanca 1365 M tentang keadaan kota Majapahit, Kitab Sundayana yang menjelaskan tentang perang Bubat, dan Kitab Usaha Jawa yang menjelaskan tentang penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar.
Kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan dari Kerajaan Singasari karena Raden Wijaya sebagai pendiri Majapahit merupakan seorang Pangeran dari Kerajaan Singasari yang berhasil meloloskan diri ketika Jayakatwang berkuasa. Atas nasihat Arya Wiraraja, Raden Wijaya mengabdikan diri kepada Jayakatwang. Selanjutnya, Raden Wijaya meminta kepada Jayakatwang untuk membuka hutan Tarik. Dalam waktu singkat, hutan Tarik berkembang pesat dan terkenal dengan nama Majapahit.
Raja-raja yang berkuasa di Majapahit antara lain Raden Wijaya (1293-1309), Sri Jayanegara (1309-1328), Tribuwanatunggadewi (1328-1350), dan Hayam Wuruk (1350-1389).
Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja pertama Majapahit bergelar Kertarajasa. Dalam pemerintahannya Majapahit aman dan sejahtera. Setelah Raden Wijaya wafat digantikan oleh putranya yaitu Jayanegara. Pada masa Jayanegara terjadilah pemberontakan Ranggalawe tahun1309, pemberontakan Sora tahun 1311, pemberontakan Nambi 1316, pemberontakan Semi tahun 1318 dan pemberontakan Kuti tahun 1319. Dalam pemberontakan Kuti, dengan perlindungan pasukan Bayangkari yang dipimpin oleh Gajah Mada, Jayanegara pun selamat. Dan berkat Gajah Mada pemberontakan Kuti dihancurkan. Atas jasanya, Gajah Mada pun diangkat menjadi Patih Kahuripan. Tahun 1328, Raja Jayanegara dibunuh oleh Tanca, tabib Kerajaan.
Setelah kematian Jayanegara, tampuk kekuasaan dilanjutkan oleh adik perempuannya yaitu Tribuanatunggadewi karena Jayanegara tidak memiliki putra. Pada masa pemerintahan ini terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta namun dapat dihancurkan kembali oleh pasukan Gajah Mada. Karena jasa-jasanya, Gajah Mada pun kembali diangkat menjadi Mahapatih Majapahit. Gajah Mada mengucapkan sumpah untuk menyatukan Nusantara yang dikenal dengan sumpah palapa (hidup enak). Dalam sumpahnya, Gajah Mada tidak akan makan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara.
Pada masa raja Hayam Wuruk, Majapahit mengalami zaman keemasan. Hayam Wuruk didampingi Gajah Mada, Adityawarman dan Mpu Nala. Wilayah kekuasaan Majapahit pun meliputi seluas negara Indonesia sekarang mencapai Thailand, Campa, Indocina dan Filipina. Sumpah Gajah Mada dan cita-citanya pun seperti terlaksana. Namun hanya Kerajaan Pajajaran yang belum dikuasai. Dalam rangka menguasai Pajajaran, Gajah Mada melakukan politik perkawinan yang berakibat terjadinya perang Bubat tahun 1357. Tahun 1357, Hayam Wuruk ingin meminang putri Sri Baduga yang bernama Dyah Pitaloka. Lamaran itu diterima dan Dyah Pitaloka diantar oleh Sri Baduga beserta prajuritnya menuju Majapahit. Akan tetapi, ketika sampai di Bubat, Gajah Mada menghentikan rombongan pengantin tersebut. Gajah Mada ingin agar putri Kerajaan Sunda tersebut dipersembahkan kepada Hayam Wuruk sebagai tanda tunduk Raja Sunda kepada Majapahit. Keinginan Gajah Mada itu tentu saja ditentang oleh Raja Sunda dan para pasukannya. Akibatnya terjadinya pertempuran sengit yang tak seimbang. Sri Baduga Maharaja gugur beserta prajuritnya dan Dyah Pitaloka bunuh diri di tempat itu.
Pada tahun 1364 Gajah Mada meninggal sehingga Majapahit sulit mencari penggantinya. Meninggalnya Gajah Mada sangat berpengaruh terhadap pemerintahan Hayam Wuruk sehingga pemerintahannya mengalami kemunduran. Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dan Majapahit dipimpin oleh Wikramawardhana. Pada Masa pemerintahan Wikramawardhana terjadi perang Paregreg atau perang saudara antara Wikramawardhana dengan BreWirabumi. Perang Paregreg berkelanjutan membuat Majapahit tidak stabil sehingga banyak daerah-daerah kekuasaannya melepaskan diri. Majapahit pun kian pudar sebagai Kerajaan besar.
Sumber Referensi:
Herimanto (2009), Sejarah “Pembelajaran Sejarah Interaktif 2”, Penerbit: Platinum.
Komentar
Posting Komentar