SOE HOK GIE DI MATA PARA SAHABAT
SOE HOK GIE DI MATA PARA SAHABAT
Najwa shihab mulai bertanya kepada dua orang sahabat Gie saat itu tentang penggambaran sosok Soe Hok Gie dan pribadinya. Kemudian sahabat Soe Hok Gie yaitu Aristides menjawab pertanyaan Najwa Shihab tersebut.
Aristides: Orangnya (Soe Hok Gie) sebenarnya sangat bersahaja juga menurut saya cerah ceria, tapi selain itu juga sangat cerdas. Saya kira dalam hal ini dia (Soe Hok Gie) memang seorang yang disebut orang intelektual. Dia (Soe Hok Gie) pemikir, tetapi pemikir yang peduli dan pemerhati terhadap keadaan sosial, bukan hanya kalangan atas tapi juga sampai juga disebut kalangan orang banyaklah.
Lanjut Najwa Shihab menegaskan tentang kepedulian yang tinggi dari sosok Hok Gie dari cerita yang dikatakan Aristides. Dan kemudian Najwa Shihab menanyakan juga pertanyaan yang sama ke satu sahabat Hok Gie yaitu Herman Lantang.
Herman Lantang: Dia (Soe Hok Gie) orang yang sederhana, jujur dan sadari, loyal dalam persahabatan dan sangat pintar. Open minded, apa aja dia (Soe Hok Gie) tahu dari seni sampai budaya, sejarah semua dia kuasai. Sehingga aku sering kalau mau ujian saja, dia fast reader, aku baca berkali-kali gak masuk-masuk. Dia (Soe Hok Gie) sekali baca.
Najwa Shihab: Apalagi yang membuat ia (Soe Hok Gie) berbeda, apakah sudah menonjol sejak dulu atau waktu dulu sebetulnya tidak terlalu menonjol baru sekarang-sekarang saja ketika orang membaca tulisannya dan sebagainya. Bagaimana Soe Hok Gie di tengah teman-temannya waktu itu?
Herman Lantang: Diantara teman dekatnya, dia (Soe Hok Gie) sangat menonjol, sebab bukan karena penampilannya, tapi pintarnya dan sangat care pada orang-orang susah.
Aristides: Pemikirannya sangat luas, tapi yang paling penting seperti yang dikatakan Herman, punya hati nurani yang sangat peka dan tanggap terhadap keadaan sekelilingnya.
Najwa Shihab: Kekritisannya, kemudian daya nalarnya dan keberaniannya untuk mengemukakan pendapat yang ketika itu mungkin saja dianggap membahayakan. Dari mana asal keberanian itu?
Aristides: Kalau Hok Gie itu, adalah manusia yang seadanya, dia tidak merasa, apa yang diutarakannya itu ikhlas dari hatinya. Jadi dia (Soe Hok Gie) tidak peduli orang suka atau tidak suka, apa marah atau apa. Itu dianggap itu haknya yang menerima tapi dia (Soe Hok Gie) juga manusia yang autentik yang menolak kepalsuan dan kemunafikan. Misalnya ketika demonstrasi-demonstrasi mahasiswa, dia bukan orang organisasi tapi punya idealisme dan sering justru mengkritik kelompok-kelompok mahasiswa yang kala itu mulai didekati oleh penguasa dan kemudian mesra dengan penguasa. Sehingga setelah ditawarkan jadi anggota DPR seolah-olah terputus dari nurani sosialnya. Dan itu dia (Soe Hok Gie) kritik, tapi caranya bukan hanya lisan, verbal. Dia (Soe Hok Gie) kirim lipstik, pupur dan sebagainya untuk mengingatkan kawan-kawan mahasiswanya di DPR jangan jadi banci-lah. Jangan bersikap banci.
Najwa Shihab: Apa yang paling membentuk Soe Hok Gie, opa Herman?
Herman Lantang: Saya kira latar belakang keluarganya, terbuka. Ibu, bapaknya. Ibunya kutu buku, koran diikuti semua.
Najwa Shihab: Adakah alasan kenapa Soe Hok Gie tidak mengganti namanya?
Aristides: Saya kira waktu itu dia (Soe Hok Gie) mengatakan “saya merasa saya orang Indonesia. Saya tahu saya lahir keturunan dari orang Tionghoa. Tapi orang Aceh kan tidak disuruh ganti nama, orang Jawa tidak harus menyesuaikan nama, orang flores atau yang lain-lain. Semuanya pakai nama-nama yang ada pada mereka. Nah memang identitas Indonesia adalah kebhinekaan itu, Jadi saya tidak menyangkal keturunan saya tapi saya merasa saya orang Indonesia”.
Najwa Shihab: Ada banyak cara untuk mengubah kondisi Indonesia. Dan ia (Soe Hok Gie) percaya bahwa ia bisa melakukan itu?
Aristides: Saya kira disini juga kelebihan Soe Hok Gie ya. Dia intelektual tapi man of action juga, berani bertindak dan berbuat dan juga punya kepemimpinan, mampu menggerakkan bahkan organisasi-organisasi dimana dia bukan dewan pembina, bukan juga eksekutif pengurus tapi karena mungkin kelincahannya bergaul. Dia (Soe Hok Gie) bisa mengajak atau bahasa persuasi kalangan-kalangan itu.
Najwa Shihab: Opa Herman dahulu pernah jadi senat mahasiswa, melihat peran Soe Hok Gie dilapangan seperti apa pada saat itu?
Herman Lantang: Dia (Soe Hok Gie), otaknya dia yang maju. Aku yang kumpul massa, dia yang ngomong.
Najwa Shihab: Pak Tides, bisa gambarkan ke kami. Bagaimana konteks suasananya dan situasi yang terjadi dan mempengaruhi Gie dan langkah-langkah yang diambil dengan teman-teman?
Aristides: Saya dengar bagaimana dia (Soe Hok Gie) berbicara dengan rektornya, bicara dengan ketua HMI-nya, bicara dengan macam-macam kelompok. Punya pragmatisme, bisa menggerakkan, dia (Soe Hok Gie) datang ke A, ke B kemudian dia (Soe Hok Gie) mengatakan “saya sudah bicara dengan HMI, saya sudah bicara dengan yang lain”. Sebagai wartawan saya senang bagaimana orang bisa jumpa semua pihak. Tidak hanya dengan pihak-pihak yang dia sukai atau sependapat dengan dia bahkan dengan pihak yang terang-terangan diketahui bertentangan atau berlawanan.
Najwa Shihab: Opa Herman, ceritakan lagi dong cara-cara yang dilakukan Soe Hok Gie pada saat demonstrasi kala itu?
Herman Lantang: Waktu kami di Sekneg, datang panser, dia (Soe Hok Gie) tidur dibawah ban panser, didepan panser sehingga panser tidak berani jalan. Dan waktu cewek-cewek datangi tentara, dia bersama-sama mengasih dan menaruh bunga-bunga di laras senapan tentara. Dan dia (Soe Hok Gie) bilang ke tentara “bapak kan punya anak, punya orang tua”. Tentara yang tadinya angker jadi lemes.
Aristides: Memang waktu belakang dia (Soe Hok Gie) bikin tulisan banyak yang menyerempet-nyerempet mengkritik penguasa. Itu sangat tidak disukai oleh presiden waktu itu sudah ganti pak Soeharto. Jadi diminta agar jangan dimuat tapi tetap karena dimuat. Akhirnya mereka bilang Anda-Anda sudah ditandai atau sudah dibidik-lah. Waktu itu masih pakai skuter, kita cuma diserempet aja dan kemudian diberitahu bahwa ini cuma peringatan kecil saja sebenarnya bisa lebih parah dari itu.
Najwa Shihab: Apa reaksi Soe Hok Gie waktu itu. Ketika terang-terangan sudah ada ancaman dan intimidasi?
Aristides: Dia (Soe Hok Gie) hanya mengatakan, “ya kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan”. Jadi, dia (Soe Hok Gie) tidak ada perhitungan berani atau tidak berani, dia (Soe Hok Gie) cuma menurut saya, ini adalah kebenaran dan kalau saya percaya bahwa kebenaran itu harus ditampilkan, ya itu harus kita lakukan. Saya kira itu intinya. Buat dia (Soe Hok Gie) bukan masalah keberanian, seandai pun takut dia (Soe Hok Gie) saya kira akan tetap lakukan. Karena kebenaran harus dilakukan.
Najwa Shihab: Bagaimana menggambarkan Soe Hok Gie di saat-saat akhir hidupnya?
Aristides: Kita sama-sama senang mendaki gunung. Sebenarnya itu mencari hiburan atau mencari ketenanganlah. Tapi disana dia (Soe Hok Gie) juga menulis puisi.
Najwa Shihab: Kalau saya minta, kita berandai-andai sebagai pertanyaan penutup, bila Soe Hok Gie masih hidup sekarang kira-kira seperti apa sosoknya sekarang opa Herman?
Herman Lantang: Dia (Soe Hok Gie) akan melawan terus apa yang engga beres.
Najwa Shihab: Pak Tides, kira-kira akan jadi pejabat-kah, akan jadi anggota DPR-kah, akan masuk pemerintahan-kah kalau Soe Hok Gie masih ada?
Aristides: Saya kira tidak. Saya kira dia (Soe Hok Gie) akan jadi orang seperti yang dia inginkan. Saya kira kalau dia seperti itu dia (Soe Hok Gie) merasa mengingkari nuraninya. Jadi sebenarnya berbahagialah orang-orang yang mati muda. Kira-kira itulah. Dia (Soe Hok Gie) tidak ucapkan tapi mungkin itu yang terjadi.
REFLEKSI
Seperti itulah dialog antara Najwa Shihab dengan dua sahabat Soe Hok Gie dalam acara Mata Najwa. Bila kalian ingin lebih puas bisa menonton video wawancara tersebut di kanal youtube, pasti ada. Saya sendiri sudah menontonnya dan hanya bisa terkagum dengan sosok Soe Hok Gie. Apalagi kesan-kesan yang diceritakan sahabat Gie yaitu pak Aristides dan pak Herman Lantang tentang sosok sahabatnya ketika menjadi mahasiswa dan berjuang menyuarakan kegelisahan sosial yang terjadi di zamannya.
Kesederhanaan Soe Hok Gie, intelektual-nya, rasa cintanya dengan alam adalah kenangan yang tak terlupakan bukan hanya untuk para sahabatnya tapi seluruh rakyat Indonesia yang mengenal perjuangan Soe Hok Gie dalam gerakan mahasiswa dan aktivis pencinta alam. Catatan hariannya yang dijadikan buku dengan judul Catatan Seorang Demonstran salah satu memoar atas perjuangan Soe Hok Gie menyuarakan kegelisahannya terhadap kondisi lingkungan sekitar dan bangsa ini. Rasa pedulinya dengan rakyat kecil menjadi kobaran semangat untuk menyuarakan berbagai kesenjangan yang terjadi pada saat itu.
Soe Hok Gie memberikan banyak pelajaran baik sebagai pemuda, aktivis, dan pecinta alam. Gie mengajarkan arti kehidupan yang bebas tanpa memihak satu golongan tertentu. Soe Hok Gie bersama dengan golongan yang mementingkan kehidupan rakyat banyak, yang tidak bisa melihat kesenjangan dan penderitaan rakyat, yang mau berjuang demi menyuarakan keadilan dan kebenaran. Semangat Soe Hok Gie adalah semangat pemuda yang berani dan pintar dan itu semua digunakan untuk membela rakyat kecil dan menyuarakan kebenaran dan keadilan.
THANK YOU
Komentar
Posting Komentar