REVIEW BUKU ORANG-ORANG DI PERSIMPANGAN KIRI JALAN SOE HOK GIE

REVIEW BUKU ORANG-ORANG DI PERSIMPANGAN KIRI JALAN

Kisah Pemberontakan Madiun September 1948

SOE HOK GIE


SINOPSIS BUKU
Buku Orang-orang Di Persimpangan Kiri Jalan karya Soe Hok Gie merupakan karya yang diambil dari tulisan skripsinya. Karya ilmiah satu ini berbasis pada penelitian yang menggunakan metode penelitian yang serius. Fakta dan data yang diceritakan dalam buku ini berasal dari sumber-sumber primer dan sekunder. Penulis dalam mendapati keterangan sejarah yang objektif berkesempatan mewawancarai para tokoh-tokoh pergerakan nasional yang berhubungan dengan kajian penelitiannya. Seperti Mohammad Hatta, Soebadio Sastrosatomo, Sumitro Djojohadikusumo, bahkan Alimin dan Semaun tokoh komunis. Penulis juga melacak sumber-sumber pustaka hingga berkunjung ke Cornell University dan berkonsultasi dengan Dr. Benedict Anderson.

Buku ini bercerita tentang latar belakang terjadinya peristiwa pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Bukan hanya itu, buku ini memaparkan para tokoh-tokoh awal pergerakan nasional lebih khusus yang terkait dengan runtutan perkembangan komunisme di Indonesia. Perkembangan teknologi di Indonesia mulai awal tahun 1900 yang diadopsi pemerintah kolonial membuat tumbuhnya pemikiran-pemikiran yang semakin kritis dari para anak bangsa. Sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda misalnya, membuat beberapa anak bangsa yang berkesempatan mengenyam pendidikan disana menambah ilmu pengetahuan dan intelektualitasnya baik dalam sosial, politik dan kemanusiaan. Pesantren-pesantren yang didirikan di daerah-daerah memberikan kontribusi bagi perkembangan tingkat pendidikan pemuda-pemuda diawal pergerakan nasional. 

Karena faktor-faktor tersebutlah dengan pendidikan yang dienyam para pemuda-pemuda memberikan sebuah pikiran kritis dan kepedulian yang mendalam terhadap kondisi masyarakat baik secara sosial dan politik. Dalam bab awal buku, tokoh-tokoh seperti Mas Marco Kartodikromo, Tjipto Mangoenkoesoemo, Haji Misbach, Alimin, Musso adalah contoh tokoh-tokoh “revolusioner” yang mengibarkan bendera perubahan atas kondisi bangsa yang memprihatinkan dibawah kekuasaan pemerintah kolonial. Perjalanan para tokoh-tokoh tersebut baik sisi pemikiran dan sikap politiknya menjadi suar dalam pergerakan bangsa.

Para tokoh PKI yang melanjutkan kisahnya setelah peristiwa pemberontakan 1926 seperti Alimin dan Sardjono tidak luput dijelaskan dengan detail peran serta aksinya dalam perpolitikan dan perkembangan partai komunis Indonesia. Hadirnya Tan Malaka sebagai tokoh intelektual dalam pergerakan bangsa Indonesia juga menjadi bagian tak terpisahkan dalam perkembangan pergerakan revolusioner. Arus perpolitikan dan pergerakan PKI yang maju mundur dan terpecah belah setelah pemberontakan 1926 menjadi kajian sejarah yang tak terpisahkan. Komunisme internasional yang menjadi kompas petunjuk bagi para agen-agennya tak terkecuali yang ada di Indonesia. Berupaya melakukan integrasi politik dalam usaha mengambil kekuasaan dalam pergerakan revolusioner. 

Perkembangan paham komunisme di berbagai daerah di Indonesia membuat organisasi tersebut membangun kader-kader dan menyusun pengurus masing-masing daerah. Upaya setelah kegagalan pemberontakan 1926 untuk membangun partai yang berpaham komunis menghadapi berbagai rintangan yang tak mudah mulai dari perpecahan antara kubu dalam partai, pendirian aliansi atau organisasi baru yang berpaham sama hingga gonta-ganti kepengurusan. Kehadiran Musso dan nama-nama muda seperti D.N. Aidit dan Nyoto memberikan angin segar bagi keberlanjutan partai komunis Indonesia.

Kedatangan Jepang ke Indonesia menambah berat perjuangan para tokoh-tokoh revolusioner. Begitupun dengan organisasi komunis yang menolak paham fasisme Jepang kala itu. Perlawanan demi perlawanan dilakukan oleh kaum revolusioner dalam urusan diplomasi bahkan fisik. Penangkapan-penangkapan dilakukan Jepang kepada individu-individu yang melawan kedudukan jepang di Indonesia. Banyak tokoh-tokoh komunis yang ditangkap akibat perlawanannya dengan Jepang seperti Amir Sjarifudin, Pamudji, Sukajat, Abdulrachim dan Abdulasis. Namun kaderisasi komunisme tidak berhenti sampai disitu, pemuda-pemuda dari berbagai golongan pun terpengaruh dengan paham komunis untuk melanjutkan cita-cita organisasi dan menegakkan keadilan di bumi Indonesia dari perampasan kaum penjajah. 

D.N. Aidit, M.H. Lukman, Sidik Kertapati adalah barisan muda komunis. Peran mereka untuk komunisme di Indonesia akan menjadi bagian lain dalam masa depan perkembangan partai komunis Indonesia. Pemuda-pemuda komunis yang ada waktu itu tidak berpikir dan bertindak sebagai seorang kader komunis mereka harus segera membangun organisasi-organisasi komunis dan kemudian mengarahkan semangat rakyat yang sedang mendidih. (Soe Hok Gie: 62).

Partai komunis Indonesia bukan saja sebagai partai yang menginnginkan kekuasaan melainkan ikut andil dalam pergerakan revolusioner mengecam penjajahan Jepang dan Belanda. Nama-nama seperti Soetan Sjahrir, Tan Malaka, Amir Sjarifudin mempunyai peran yang besar dalam perjalanan pergerakan revolusioner.

Tokoh pergerakan yaitu Soetan Sjahrir. Adalah seorang tokoh politik Indonesia yang “pandangan-pandangan” politiknya ditempa dalam lingkungan masyarakat sosialis (sosial demokrat) di negeri Belanda ketika ia masih menjadi mahasiswa. (Soe Hok Gie: 75). Kehadiran Sjahrir dalam perpolitikan Indonesia pada zamannya sangat mempengaruhi perjalanan revolusioner pergerakan. Pengetahuannya, ide-idenya, pandangannya melihat keadaan sosial dan politik bangsa ini membuat dirinya tidak bisa berdiam diri. Hingga akhirnya Sjahrir menjadi perdana Menteri dan menjadi orang penting dalam kekuasaan. Meskipun pada akhirnya Sjahrir menghadapi penolakan dari rekan-rekan terdahulunya dalam organisasi bahkan pendukung-pendukungnya terhadap kebijakan yang dia ambil.

Amir Sjarifudin menjadi tokoh tak terpisahkan dari perkembangan komunisme di Indonesia dan juga partai komunis Indonesia. Kejatuhan Sjahrir membuat Presiden Soekarno membuat kabinet yang kuat terdiri dari koalisi partai-partai besar seperti Partai sosialis, PNI, Masjumi, dan partai buruh Indonesia. Amir Sjarifudin menjadi bagian dalam kabinet tersebut. Kabinet Amir ini adalah kabinet baru yang kental sekali nuansa kirinya. Amir Sjarifudin mengemban tugas untuk menyelesaikan perundingan yang diadakan di kapal Renville yang dikenal dengan perjanjian Renville. Usaha diplomasi untuk mendapatkan kekuasan penuh atas wilayah Indonesia dari kedudukan Belanda pun berjalan alot.

Diplomasi kabinet Amir melemah karena mendapat tekanan yang berat dari pihak asing. Dan risiko-risiko yang ditawarkan pihak Belanda terhadap perjuangan Indonesia membuat Amir tidak bisa berbuat banyak. Sikap Amir dalam perjanjian tersebut membuat dirinya kehilangan dukungan dari anggota koalisi di kabinetnya. Hingga akhirnya pada waktu Amir di Jakarta (16 Januari)- Masjumi menarik diri dari kabinet. Tindakan ini kemudian diikuti PNI- Sehingga Amir kehilangan dukungan utama. Tanggal 23 Januari 1948 Amir meletakkan jabatan dan berakhirlah pemerintahan sayap kiri di Indonesia yang berlangsung dari 14 November 1945-23 Januari 1948. Politik diplomasi dan harapan-harapan atas analisis perkembangan dunia yang diterapkan dalam politik Sjahrir-Amir telah berakhir dengan kekacauan. (Soe Hok Gie: 142)

Golongan pemuda menjadi mesin utama perjuangan revolusioner menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang. Golongan kiri yang sosialis menyulutkan kobaran api semangat yang tak henti-henti demi terciptanya kebebasan dan keadilan bagi rakyat. Tokoh-tokoh muda dari berbagai golongan baik dalam organisasi dan non organisasi bersatu padu demi tercapainya cita-cita Indonesia yang merdeka, adil dan makmur. Ketokohan golongan komunis muda seperti D.N. Aidit yang berani dan menggelegar baik kritiknya terhadap kekuasan yang sedang berkuasa dan penolakannya atas segala perundingan yang merugikan Indonesia dituangkan dalam pidato-pidatonya dan tulisannya yang dimuat dalam surat kabar.

Gagalnya kabinet Sjahrir dan Amir simbol menurunnya kekuatan sayap kiri dalam pergerakan dan perpolitikan di dalam negeri. Penggantinya adalah kabinet Hatta dengan merubah haluan elemen yang dirasa lemah dikabinet sebelumnya. Upaya perundingan dengan Belanda dalam perjanjian Renville kembali menjadi fokus kabinet Hatta. Nuansa kabinet Hatta yang terkesan politik Masjumi tidak bisa diterima oleh kaum FDR (Front Demokrasi Rakyat) yang berhaluan kiri seperti PKI, partai buruh, partai sosialis, dan pesindo. Pertentangan kubu Amir yang tidak puas dengan kabinet Hatta yang dianggap lemah. Membuat beberapa kali FDR melakukan kongres dan mengambil langkah untuk merencanakan opsi pembaharuan dalam pemerintahan dan menolak semua usulan ide kabinet Hatta. Rencana FDR pun sangat agresif bila mengalami jalan butu. Mereka berani mengambil tindakan-tindakan keras dan menyerang brutal. Pihak Hatta yang dijelaskan dalam buku ini telah mengetahui bocornya rencana FDR/PKI untuk memberontak pun menyiapkan rencana untuk mengatasi FDR. Beberapa tindakan konservatif FDR di daerah-daerah bisa diredam tentara sebelum menjadi sumbu terjadinya pemberontakan Madiun 1948.

Tahun 1948, kedatangan Musso tiba-tiba ke Indonesia merubah waktu-waktu sulit bangsa yang baru merayakan ulang tahunnya ke 3 pasca proklamasi. Hampir tidak ada yang percaya bahwa Musso hadir kembali dalam kancah perpolitikan Indonesia lebih khusus kancah paham komunisme. Bahkan Soekarno kaget bisa bertemu senior politiknya tersebut dimana mereka pernah bersama ketika indekos di rumah Tjokroaminoto. Kedatangan Musso merubah haluan komunisme di Indonesia yang mengalami pasang surut. Musso adalah utusan Komintern untuk menangani komunisme di Indonesia yang makin surut. Mulai kedatangannya yang tak terduga, Musso memberikan tanggapannya tentang Republik Indonesia, perpolitikan yang lemah dan menyusahkan rakyat hingga perkembangan komunisme yang mundur. 

Pidato-pidatonya dibeberapa pertemuan dalam FDR dan partai-partai besar kala itu seperti merecharge ulang sebuah energi baru didalam komunisme. Semakin mendapat dukungan, Musso memaparkan ide-ide dan rencananya untuk partai komunis Indonesia dan pembaharuan kebijakan republik Indonesia. Kekuatan baru mulai diusung, konsolidasi anggota FDR semakin kokoh. Penolakan kebijakan kabinet Hatta menjadi penyulut reaksi FDR/PKI kala itu. Kebijakan rasionalisasi sangat ditolak oleh sayap kiri. Gerakan-gerakan konservatif terjadi di beberapa daerah seperti Solo, Pati, Yogya hingga Madiun. Penembakan kol. Soetarto di Solo menyulut kemarahan tentara dan pemerintah.

Semakin besarnya pengaruh FDR/PKI di beberapa daerah membuat kubu mereka mempunyai anggota-anggota yang siap untuk bertempur melawan tentara pemerintah. Hingga pada akhirnya mereka bisa menguasai Madiun dengan mengalahkan perlawanan tentara pemerintah dengan pertempuran yang banyak memakan korban. Pada saat itu juga pembentukan Pemerintahan Fron Nasional sebagai lambang bahwa Madiun sudah dikuasai FDR/PKI. Musso yang menjadi inisiasi pembentukan tersebut. Pemberontakan FDR/PKI untuk mengambil alih kekuasaan dan menanamkan cita-cita komunisme di mulai dari perebutan Madiun dari tangan republik Indonesia. Tokoh-tokoh lain seperti Amir Sjarifudin, Soeripno, Maruto Darusman, Dr. Wiroreno turtu andil dalam kejatuhan Madiun ditangan komunis. Namun pemerintah Indonesia melalui Bung Karno dan Hatta tidak tinggal diam. Melalui tentara nasional Indonesia dan para komandonya melakukan strategi perlawanan dan penundukan terhadap para pemberontak di Madiun.

Penumpasan anggota komunis di berbagai daerah seperti di Solo, Pati, Yogya mulai dilancarkan dan berhasil dengan menundukkan para pemberontak hingga menuju basis pemberontak di Madiun yang sudah berkuasa. Tentara nasional Indonesia melakukan serangan dua arah yaitu dari barat dan timur untuk menumpas para pemberontak dan mengambil alih kembali Madiun ketangan Indonesia. Dalam beberapa hari, akhirnya para pemberontak bisa ditangani dan para pemimpinnya sebagai dalang intelektual pemberontakan terdesak dan melarikan diri ke daerah antah berantah. Peristiwa yang sangat kelam bagi bangsa Indonesia ini mengorbankan banyak nyawa anak bangsa dari berbagai golongan hanya demi kepentingan kekuasaan dan ideologi. Pertumpahan darah yang tak terbendung, kekejaman kaum pemberontak menjadi sejarah hitam yang melukai bangsa ini.

Para tokoh-tokoh FDR seperti Musso, Amir Sjarifudin, Maruto menjadi yang paling bertanggung jawab atas keadaan yang terjadi. Mereka semua dan beberapa tokoh yang lain diburu dan dikejar oleh tentara Indonesia untuk ditangkap. Musso ditangkap setelah melarikan diri hingga desa Balong. Dia disergap pengaman desa setempat namun berusaha melarikan diri dan pihak keamanan desa bekerjasama dengan TNI untuk gencar meringkus Musso. Akhirnya Musso terjebak dan tak bisa berkutik. Musso sembunyi di kamar mandi desa setempat dan menolak menyerah. Dan akhirnya dia ditembak mati.

Residen Pati, Dr. Wiroreno ditangkap dan meminta ampun. Namun akhirnya dia pun dihukum mati. Sebelum hukuman mati dilaksanakan ditengah-tengah lapangan. Regu tembak sudah disiapkan untuk melakukan hukuman mati Dr. Wiroreno namun sebelum melaksanakan tugasnya regu tembak tersebut menyembah Dr. Wiroreno untuk meminta ampun karena ia dikenal sebagai dokter yang amat sosial dengan rakyat. (Soe Hok Gie: 294)

Amir Sjarifudin (mantan perdana Menteri), Maruto Darusman, Sardjono, Soeripno, Harjono, Oei Gee Hwat, Katamhadi, Romamarsono, Soekarno (pemimpin Pesindo), dan D. Mangku mendapat hukuman mati dengan pelaksanan tembak mati pada 19 Desember 1948.

REVIEW BUKU


Penggambaran sejarah yang membawa pembacanya masuk dalam rangkaian perjalanan isi buku. Karya ilmiah dengan literasi yang mendalam dan detail dari penulis. Menurut saya sendiri membaca buku ini adalah refleksi yang bagus untuk melihat pengalaman masa lalu yang tidak mengenakan dari perjalanan bangsa ini dan mendapati pelajaran yang berharga untuk membina persatuan untuk memahami bahwa bangsa ini sudah tumbuh semakin baik dengan segala pengalaman-pengalaman masa lalunya. Kisah pemberontakan Madiun 1948 dengan latar belakang dan tokoh-tokoh dalam perjalanannya menarik untuk dibaca dan buku Soe Hok Gie satu ini adalah salah satu literasi yang menjadi referensi untuk mengupas sejarah tersebut. 

Tulisannya yang berasal dari penelitian skripsinya sudah pasti menggunakan metode penelitian yang ilmiah. Sumber-sumber yang digunakan Soe Hoe Gie pun berasal dari catatan-catatan arsip, buku-buku juga mewawancarai langsung tokoh-tokoh masa pergerakan awal bangsa ini. Jadi referensi yang ditulis pun mempunyai nilai objektifitas tersendiri. Gambaran sejarah masa lalu yang kelam berusaha diceritakan dengan amat sopan oleh penulis. Upaya menjelaskan tokoh-tokoh bersangkutan dengan perpolitikan kaum sayap kiri begitu mengena dijelaskan penulis. Hingga saya mendapat pengetahuan baru terhadap tokoh-tokoh tersebut. Buku yang sangat bagus untuk literasi sejarah lebih khusus mengenai pemberontakan Madiun 1948 juga perkembangan komunisme di Indonesia pasca proklamasi.

DETAIL BUKU
Judul Buku: Orang-orang di persimpangan kiri jalan
Penulis: Soe Hok Gie
Penerbit: Mata Bangsa
Penyunting: Ahmad Norma
Desain Cover: Buldanul Khuri
Gambar Cover: Agung Kurniawan
Penata Aksara: Erwan Supriyono
ISBN: 978-979-9471-27-7


THANK YOU



Komentar

Posting Komentar

POSTINGAN POPULER

MENGOBATI IKAN MAS KOKI YANG TERKENA PENYAKIT BERCAK MERAH DI BADAN

LEBIH MENGENAL INFJ

INFJ DOORSLAM

KISAH RONALD READ DAN RICHARD FUSCONE

REVIEW BUKU QUIET IMPACT TAK MASALAH JADI ORANG INTROVER

PERBEDAAN POIN KOMPETITIF DAN POIN KOMPETITIF LANJUTAN PADA FC MOBILE

REVIEW BUKU BREAKING THE HABIT OF BEING YOURSELF

CARA MENINGKATKAN OVER PEMAIN DAN MELATIH PEMAIN DALAM GAME FC MOBILE

REVIEW BUKU CATATAN SEORANG DEMONSTRAN SOE HOK GIE

DARI AQUASCAPE KE AQUARIUM IKAN MAS KOKI