KASUS-KASUS AKUNTANSI DAN AUDITING DI DALAM PERUSAHAAN BAGIAN II
KASUS-KASUS AKUNTANSI DAN AUDITING DI DALAM PERUSAHAAN
BAGIAN II
PERSEDIAAN FIKTIF
Kehadiran Mickey Monus bagaikan seorang pahlawan di Youngstown, Ohio. Ia membeli sebuah toko obat yang dalam 10 tahun bertambah sebanyak 299 toko dan menjadi rantai ritel-berdiskon besar bertaraf nasional dengan nama Phar-Mor, Inc. Perusahaan ini menjadi primadona bagi beberapa ahli ritel dan diharapkan menjadi Wal-Mart berikutnya. Bahkan, Sam Walton mengumumkan bahwa perusahaan yang ia takutkan menjadi pesaing Wal-Mart adalah Phar-Mor. Phar-Mor menjual berbagai jenis produk rumahan dan obat resep dengan harga sangat murah dibandingkan toko lainnya. Monus menjelaskan bahwa strategi perusahaannya terletak pada “kekuatan membeli” di mana Phar-Mor dipenuhi produk yang dibeli dan pemasok dengan harga sangat murah dan kemudian dijual kepada konsumen dengan harga yang telah didiskon besar.
Sebenarnya, harga produk Phar-Mor sangat rendah, sehingga perusahaan tersebut menjual barang dengan harga kurang dari harga pokoknya, dan hal ini menyebabkan perusahaan menderita kerugian. Monus tetap beranggapan bahwa strategi “kekuatan membeli” yang diterapkan Phar-Mor akan menghindarkan perusahaan dari kerugian. Meskipun demikian, agar perusahaan tidak semakin merugi, Monus dan timnya melakukan praktik akuntansi kreatif sehingga Phar-Mor tidak pernah melaporkan kerugian di laporan keuangannya.
Manajemen menyingkirkan kerugiannya ke “akun pembuangan”, untuk mengalokasikan jumlah kerugian tersebut ke ratusan toko ritelnya dalam bentuk kenaikan biaya persediaan. Mereka menerbitkan faktur fiktif atas pembelian barang dagangan, membuat jurnal yang menyesatkan untuk meningkatkan jumlah persediaan dan menurunkan harga pokok penjualan, dan melebihsajikan serta menggandakan jumlah persediaannya.
Sayangnya, auditor tidak pernah menemukan pelanggaran tersebut. Mereka hanya mengamati persediaan pada empat dari 300 toko dan menginformasikan terlebih dahulu kepada manajemen Phar-Mor tentang toko mana yang akan mereka kunjungi. Manajemen Phar-Mor memenuhi persediaan keempat toko yang akan dikunjungi dan mengalokasikan peningkatan persediaan ke 296 toko lainnya.
Kejahatan ini tidak ditemukan sampai seorang agen perjalanan menerima cek dari Phor-Mor yang ditandatangani Monus untuk membayar biaya yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan Phar-Mor. Agen tersebut menunjukkan cek ini kepada atasannya, yaitu investor Phar-Mor, dan sang atasan mengontak David Saphiro, sang direktur Phar-Mor. Pengeluaran ini lalu diinvestigasikan lebih lanjut, yang kemudian menyebabkan kejahatan atas persediaan tersebut terungkap.
Monus dihukum dan dipenjarakan selama 5 tahun. Direktur keuangan, yang tidak diuntungkan secara pribadi, dituntut 33 bulan penjara. Kesalahan audit ini meyebabkan firma auditor menanggung kerugian sebesar $300 juta.
Sumber: Diadaptasi dari Beasley, Buckless, Glover, dan Prawitt, Auditing Cases: An Interactive Learning Aprroach, Edisi ke-3, Prentice-Hall, 2006, hlm. 121-138 dan Joseph T. Wells, “Ghost Goods; How to Spot Phantom Inventory”, Journal of Accountancy (Juni 2001), hlm. 33-36.
KASUS DI AS: PELANGGARAN DI CRAZY EDDIE, INC.
Pada tahun 1970, Crazzy Eddie, Inc., perusahaan ritel untuk barang-barang elektronik, memiliki 43 cabang penjualan, melakukan penjualan sebesar $350 juta, melaporkan laba bersih sebelum pajak $21 juta, dan memiliki nilai pasar lebih dari $500 juta. Industri elektronik konsumsi merupakan industri yang perputarannya cepat dan persaingannya ketat dengan risiko bisnis tinggi. Crazy Eddie tampaknya menjadi tolak ukur industri, sementara perusahaan lain sejenis bersaing ketat, namun hal ini ternyata adalah kebohongan. Pada akhir 1989, perusahaan mengalami kebangkrutan, menutup seluruh tokonya, dan melikuidasi seluruh asetnya sehingga mengakibatkan kerugian besar bagi investor. Pihak berwajib melakukan penyelidikan dan menemukan kejahatan finansial besar, terutama atas lebih saji persediaan lebih dari $65 juta. Tuntutan hukum dilakukan banyak pihak, termasuk kepada direktur utama, yang terbukti bersalah dan dipenjarakan.
Seperti biasa, pertanyaan yang muncul adalah mengapa auditor tidak dapat menemukan kejahatan ini dalam proses audit. Auditor menyatakan sulit bagi mereka menemukan kejahatan tersebut. Pihak yang mengetahui kejahatan ini melibatkan kontroler, direktur auditor internal, dan direktur utang dagang. Contoh pelanggaran yang dilakukan adalah melakukan pengiriman persediaan dari toko ke toko sebelum auditor datang melakukan penghitungan persediaan. Contoh lainnya adalah mereka memusnahkan dokumen untuk menutupi kekurangan persediaan di banyak alokasi. Auditor menganggap tidak mungkin menemukan kejahatan tersebut karena terjadi praktik kolusi secara luas. Perusahaan akuntan publik itu pun dituntut dan diajukan ke pengadilan.
Sumber: Diadaptasi dari Joseph T. Wells, “Crazy Eddie dan Penghapusan $120 Juta”, Journal of Accountanccy (Oktober 2000), hlm 93-95.
KASUS DI AS: JANGAN LUPAKAN UTANG!
Melalui transaksi pembelian berurutan yang berdekatan waktunya, NECO Enterprises, Inc., sebuah perusahaan utilitas yang berbasis di Providence, Rhode Island, dengan cepat melakukan ekspansinya ke wilayah New England. Di bawah kepemimpinan David LaRoche, direktur dan CEO baru, perusahaan membeli saham beredar milik beberapa perusahaan yang dimiliki LaRoche, yang juga memegang saham mayoritas dari NECO. Setelah dua tahun terjadinya pembelian ini, SEC menerima komplain atas perusahaan dan LaRoche, bahwa mereka telah melanggar provisi anti-kecurangan atas hukum sekuritas federal sehubungan dengan laporan keuangan kuartalan yang dibuat saat pembelian terjadi. Menurut SEC, laporan kuartalan tidak mengungkapkan adanya kewajiban lebih dari $16 juta yang muncul akibat pembelian saham tersebut, yang berakibat saldo laba dan total saldo modal NECO menjadi lebih saji.
Menurut penyelidikan SEC, perusahaan menggadakan pencatatan agar memenuhi syarat GAAP, melakukan relokasi ke Vermont, dan menutup operasi bisnis anak perusahaannya, Newport Electric Company. LaRoche melakukan pelanggaran di masa depan atas seluruh provisi hukum sekuritas yang terkait dengan complain SEC.
Sumber: Accounting and Auditing Enforcement Release No.335, Commerce Clearing House, Inc, Chicago.
KASUS DI AS: PERSYARATAN SARBANES-OXLEY MENGGIRING PENAWARAN SAHAM KELUAR NEGRI?
Untuk perusahaan tertutup yang ingin menjual sahamnya melalui penawaran awal (intial public offering/IPO) di AS, mereka harus mempertimbangkan biaya yang akan muncul karena harus mematuhi Sarbanes-Oxley Act 2002 ketika menjadi perusahaan publik. Beberapa perusahaan yang menganggap biaya tersebut cukup tinggi memilih melakukan penawaran saham ke pasar luar negeri. Bukan di dalam pasar AS. The London Exchange dengan aktif mencari perusahaan kecil di AS yang ingin menerbitkan sahamnya di Inggris. Sejumlah penelitian yang dilakukan sejak Sarbanes-Oxley Act 2002 diterbitkan menemukan bahwa jumlah perusahaan yang menawarkan saham inisialnya di pasar AS menurun. Government Accountability Office (GAO) menemukan bahwa dari 1999 sampai 2004 terdapat penawaran saham inisial atas perusahaan dengan pendapatan senilai $25 juta atau menurun dari 70% dari seluruh IPO pada 1999 menjadi 46% pada 2004. Hasil penelitian PricewaterhouseCoopers juga menyebutkan bahwa di tahun 2005, pasar modal Eropa meningkat dibandingkan dengan angka gabungan AS dan Cina.
Banyak anggota kongres berfokus pada implikasi dan perusahaan AS yang menerbitkan sahamnya di luar negeri. Senator Olympia Snowe, pimpinan komite senat untuk perusahaan kecil dan kewirausahaan, meminta SEC untuk mempelajari peranan AS dalam perubahan pasar penawaran saham domestic dan internasional.
Sumber: Diadaptasi dari surat Senator AS Olympia J. Snowe kepada kepala SEC, Committee on Small Business and Enterpreunership, 19 Mei 2006 (www.sbc.senate.gov)
SKEMA KECURANGAN KAS
Hasil penelitian The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) 2006 dari 1.134 kecurangan menemukan bahwa kerugian terbesar dihasilkan dari kecurangan laporan keuangan, salah penempatan asset yang bukan merupakan skema kejahatan yang lazim, terhitung lebih dari 90% dari kasus yang dipelajari. Sebagaimana diperkirakan, asset yang paling banyak dijadikan target kecurangan karyawan adalah kas. Skema kecurangan kas biasanya dibagi menjadi 3 kategori: Kecurangan pengeluaran kas (Fraudulent disbursements)- Contohnya adalah penyerahan faktur fiktif, kartu pencatat waktu fiktif, permintaan uang fiktif, dan pencatatan jurnal fiktif dalam jurnal pengeluaran kas untuk emnutupi pencurian kas.
Pencurian kas di awal (Skimming)- Kas dicuri dari perusahaan sebelum dicatat dalam pencatatan akuntansi.
Pencurian kas di akhir (Cash larceny)- Kas dicuri dari perusahaan setelah dicatat dalam pencatatan akuntansi.
Di antara kategori ini, peneliti ACFE melaporkan bahwa kecurangan pengeluaran kas paling banyak terjadi dan mengaibatkan kerugian terbesar, dengan biaya rata-rata $150.000 per kejadian.
Sumber: 2006 Report to the Nation: Occupational Fraud and Abuse. Association of Certified Fraud Examiners, 2006, Austin, Texas.
KASUS DI AS: PENYESUAIAN YANG TIDAK TERCATAT MENGAKIBATKAN MASALAH DALAM KANTOR AKUNTAN
Pada bulan Maret 2002, SEC mengumumkan bahwa mereka telah selesai menginvestigasi praktik akuntansi pada Waste Management, Inc. dan akan memperkarakan perusahaan dan beberapa pejabatnya sehubungan dengan terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan selama lebih dari lima tahun terakhir. SEC menyebutkan bahwa manajemen memanipulasi hasil kinerja keuangan perusahaan menggunakan praktik akuntansi yang tak lazim untuk memenuhi target laba yang ditentukan sebelumnya. Sebagai bagian dari investigasi, SEC melihat bahwa auditor Waste Management, Arthur Andersen, telah mengetahui adanya praktik tersebut dalam laporan keuangan. Sesuai penanganan SEC, Andersen setiap tahun memberikan “Jurnal Penyesuaian yang Diajukan (Proposed Adjusting Journal Entries/PAJEs)” kepada manajemen perusahaan untuk memberikan kesalahan atas kurang saji biaya dan lebih saji laba dalam laporan keuangan perusahaan. Manajemen secara konsisten menolak melakukan penyesuaian yang disebutkan dalam PAJEs dan membuat persetujuan dengan Andersen untuk menghapusbukukan akumulasi kesalahan sampai periode 10 tahun. Dengan berjalannya waktu perusahaan atas perjanjian yang mereka buat secara rahasia.
SEC menuntut Andersen dan keempat rekannya sehubungan dengan audit laporan keuangan tahun 1992 hingga 1996. Andersen setuju membayar denda $7 juta, jumlah terbesar yang pernah dibayarkan kantor akuntan publik pada waktu itu. Saat mengomentari Tindakan SEC, Richard Walker, direktur penegakan hukum SEC, menyebutkan:
“Arthur Andersen dan rekannya tidak dapat membela perusahaan dan melanggar kesetiaan mereka pada pemegang saham Waste Management dan publik yang berinvestasi. Oleh karena posisi yang dimiliki para rekanan, kurun waktu dan beratnya pelanggaran, kantor akuntan ini harus bertangung jawab atas laporan audit mereka yang salah dan menyesatkan.”
Sumber: Diadaptasi dari Beasley, Buckless, Glover, dan Prawitt, Auditing Cases: An Interactive Learning Process, Edisi ke-3, hlm. 103-110, dipublikasikan oleh Prentice Hall.
SUMBER REFERENSI:
Mark S Beasley, A. R. (2011). Jasa Audit Dan Assurance. Jakarta: Salemba Empat.
Komentar
Posting Komentar