TENTANG BUDAYA BETAWI

TENTANG BUDAYA BETAWI


Siapa sih sekarang ini yang engga tahu betawi ?

Betawi atau Suku Betawi adalah sebuah suku bangsa di Indonesia yang penduduknya umumnya bertempat tinggal di Jakarta. Sejumlah pihak berpendapat bahwa Suku Betawi berasal dari hasil perkawinan antaretnis dan bangsa pada masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Melayu, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Tionghoa.

Setiap suku pasti memiliki bahasa tersendiri. Bahasa Betawi memiliki keunikan tersendiri. Seperti yang kita ketahui, Bahasa Betawi memiliki dialek yang unik. Terdapat dua jenis dialek berdasarkan dua daerah, seperti di daerah Betawi Tengah yang memiliki dialek yang umumnya menggunakan huruf " E " dan di daerah pinggir memiliki dialek dengan huruf " A ". Contohnya, jika mengucapkan kata " Apa ", di daerah tengah mengucapkannya dengan kata " Ape " sedangkan dibagian pinggir mengucapkannya dengan kata " Apa ".

Seorang anggota Dewan Pakar Lembaga Kebudayaan Betawi, Ridwan Saidi, sambil mengutip pendapat Bern Nothover (1995), mencatat bahwa, apa yang dikenal kini sebagai Bahasa Betawi adalah bahasa Melayu dialek Nusa Kalapa (bersama Pakuan merupakan dua kota penting pada jaman kerajaan Pajajaran di bawah Prabu Siliwangi yang kemudian namanya berganti menjadi Jakarta) yang telah dipergunakan di Jakarta paling sedikit sejak abad 10 (Babad Tanah Betawi, 2002).

Penduduk Nusa Kalapa sendiri sebelum abad 10, sebagaimana halnya seluruh penduduk Nusa Jawa, besar kemungkinan berbahasa Kawi atau Jawi. Memang, tidak semua kosa kata Betawi lama berasal dari bahasa Kawi/Jawi, karena juga terdapat campuran bahwa Melayu Polinesia, dan kemudian pada abad 16 mendapat pengaruh Portugis, di samping juga pengaruh bahasan Sunda pada abad 14, ketika kekuasaan Sunda memfungsikan pelabuhan Kalapa, dan bahasa-bahasa lain pada masa-masa berikutnya.

Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara.

ASAL USUL KATA BETAWI ?
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Mengenai asal mula kata Betawi, menurut para ahli dan sejarahwan, ada beberapa acuannya:

Kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan ada kemungkinan benar. Menurut Sejarahwan Ridwan Saidi Pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini memang digunakan pada pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta, seperti Gambir, Krekot, Bintaro, Grogol dan banyak lagi. "Seperti Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya dengan orang Makassar, melainkan diambil dari jenis rerumputan.

Sehinga Kata "Betawi" bukanlah berasal dari kata "Batavia" (nama lama kota Jakarta pada masa Hindia Belanda), dikarenakan nama Batavia lebih merujuk kepada wilayah asal nenek moyang orang Belanda.

Batavia merupakan nama Latin untuk tanah Batavia pada zaman Romawi. Perkiraan kasarnya berada sekitar kota Nijmegen, Belanda, dalam Kekaisaran Romawi. Sisa lahan ini kini dikenal sebagai Betuwe. Selama Renaisans, sejarawan Belanda mencoba untuk mempromosikan Batavia menjadi sebuah status "nenek moyang" dari orang-orang Belanda. Kemudian mereka mulai menyebut diri Orang-orang atau penduduk Batavia, kemudian hal tersebut mengakibatkan munculnya Republik Batavia, dan mengambil nama "Batavia" untuk koloni mereka seperti Hindia Belanda, di mana mereka mengganti nama menjadi dari Kota Jayakarta menjadi Batavia dari 1619 sampai sekitar 1942, ketika namanya diubah menjadi Djakarta (ini adalah kependekan dari nama mantan Jayakarta, kemudian diubah kembali ejaannya menjadi Jakarta). Nama itu (Batavia) juga digunakan di Suriname, di mana mereka mendirikan Batavia, Suriname, dan di Amerika Serikat di mana mereka mendirikan kota dan kota Batavia, New York. Nama ini menyebar lebih jauh ke barat di Amerika Serikat untuk tempat-tempat seperti Batavia, Illinois, dekat Chicago, dan Batavia, Ohio.

Kemudian penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku yang pada masa hindia belanda, diawali dengan pendirian sebuah organisasi yang bernama Pemoeda Kaoem Betawi yang lahir pada tahun 1923.

KEPERCAYAAN
Orang Betawi sebagian besar menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.

PROFESI
Di Jakarta, orang Betawi sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.

Warga Tebet aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena saat itu Ganefonya Bung Karno menyebabkan warga Betawi eksodus ke Tebet dan sekitarnya untuk "terpaksa" memuluskan pembuatan kompleks olahraga Gelora Bung Karno yang kita kenal sekarang ini. Karena asal-muasal bentukan etnis mereka adalah multikultur (orang Nusantara, Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis, dan lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara pandang bentukan etnis dan bauran etnis dasar masing-masing.

PERILAKU DAN SIFAT
Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit orang Betawi yang berhasil. Beberapa dari mereka adalah Muhammad Husni Thamrin, Benyamin Sueb, dan Fauzi Bowo yang menjadi Gubernur Jakarta saat ini .

Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain Jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. orang betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat betawi sangat menghargai pluralisme. hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat betawi dan pendatang dari luar Jakarta.

Orang betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri. namun tetap ada optimisme dari masyarakat betawi generasi mendatang yang justreu akan menopang modernisasi tersebut.

CERITA RAKYAT
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen atau si jampang yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal "keras". Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial. cerita lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan Boing dan yang lainnya.

SENJATA TRADISIONAL
Senjata khas Jakarta adalah bendo atau golok yang bersarungkan dari kayu.

RUMAH TRADISIONAL
Rumah tradisional/adat Betawi adalah rumah kebaya

GAMBANG KEROMONG
Gambang keromong (sering pula ditulis gambang kromong) adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat musik umum. Sebutan gambang keromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan keromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang keromong tidak lepas dari seorang pimpinan golongan Cina yang bernama Nie Hu-kong.

Bilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Keromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada yang digunakan dalam gambang keromong adalah tangga nada pentatonik Cina. Instrumen pada gambang keromong terdiri atas gong, gendang, suling, bonang, kecrek, dan rebab atau biola sebagai pembawa melodi.

Orkes gambang keromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek yaitu Tehyan, Kongahyan dan Sukong. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendarahaan lagu-lagunya. Di samping lagu-lagu yang menunjukan sifat pribumi seperti Jali-jali, Surilang, Persi, Balo-balo, Lenggang-lenggang Kangkung, Onde-onde, Gelatik Ngunguk dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya seperti Kong Jilok, Sipatmo, Phe Pantaw, Citnosa, Macuntay, Gutaypan, dan sebagainya.

Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang keromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai lawannya.

Gambang keromong merupakan musik Betawi yang paling merata penyebarannya di wilayah budaya Betawi, baik di wilayah DKI Jakarta sendiri maupun di daerah sekitarnya

Dewasa ini juga terdapat istilah "gambang keromong kombinasi". Gambang keromong kombinasi adalah orkes gambang keromong yang alat-alatnya ditambah atau dikombinasikan dengan alat-alat musik Barat modern seperti gitar melodis, bas, gitar, organ, saksofon, drum dan sebagainya, yang mengakibatkan terjadinya perubahan dari laras pentatonik menjadi diatonik tanpa terasa mengganggu. Hal tersebut tidak mengurangi ke-khasan suara gambang keromong sendiri, dan lagu-lagu yang dimainkan berlangsung secara wajar dan tidak dipaksakan.

LENONG
Lenong berkembang sekitar akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti “komedi bangsawan” dan “teater stambul” yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.

Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan tanpa plot cerita yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuh.

Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.

Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.

Selanjutnya, lenong juga menjadi populer lewat pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia mulai tahun 1970-an. Beberapa seniman lenong yang menjadi terkenal sejak saat itu misalnya adalah Bokir, Nasir, Siti, dan Anen.

Jenis lenong :
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.

ONDEL-ONDEL
Ondel-ondel merupakan salah satu kebudayaan dari Betawi, saat kota Jakarta berulang tahun sosok yang satu ini tidak akan pernah ketinggalan, bentuk yang unik dan berwarna warni membuat acara tersebut semakin meriah, ondel-ondel bisa di bilang sebagai maskotnya kota Jakarta,yang mayoritas penduduknya suku Betawi, meskipun perkembangan jaman yang sudah serba canggih sosok ini tidak akan pernah lekang oleh jaman, setiap orang selalu menunggu kehadirannya.

Ondel-ondel ini terbuat dari kertas dengan ukuran tingginya sekitar dua setengah meter, dengan diameter garis tengah delapan puluh centimeter, bentuknya yang berwarna warni dan selalu berpasangan, kerangka ondel-ondel ini terbuat dari anyaman bambu sehingga mudah untuk di pikul, bagian kepalanya buiat topeng sedangkan rambutnya terbuat dari ijuk atau yang biasa untuk membuat sapu, ijuk dibalut dengan kertas berwarna warni sehingga mirip dengan rambut.

Bukan hanya kota jakarta saja yang mempunyai sejarah akan tetapi ondel-ondel ini juga mempunyai sejarah, ondel-ondel ini sudah ada sejak jaman pejajahan, pada jaman dulu ondel-ondel sering di gunakan sebagai penolak bala, tujuannya adalah agar roh-roh halus yang bergentayangan sering mengganggu manusia bisa diusir, bentuk wajah yang menyeram dan matanya yang melotot dipercaya mampu untuk mengusir roh-roh halus,selain itu ondel-ondel juga berfungsi sebagai pengusir wabah di suatu desa.

Tetapi pada jaman pemerintahan Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1966-1977 ondel-ondel mulai diangkat sebagai kesenian rakyat, akan tetapi penampilan sosok ini belum menarik seperti sekarang, sebelumnya ondel-ondel ini mirip dengan orang-orangan sawah sangat menyeramkan, namun oleh Ali Sadikin sedikit demi sedikit tampilan ondel-ondel ini mulai di permak hingga penampilannya menarik hingga saat ini

Ondel-ondel juga sering di iringi dengan musik gambang kromong yaitu kesenian musik khas Betawi yang dimainkannya secara berkelompok, selain ondel-ondel musik ini juga sering mengiringi pertunjukan lenong betawi,

Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.

Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan nama Barong Landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa.

Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.

TANJIDOR
Tanjidor adalah sebuah kesenian Betawi yang berbentuk orkes. Kesenian ini sudah dimulai sejak abad ke-19. Alat-alat musik yang digunakan biasanya terdiri dari penggabungan alat-alat musik tiup, alat-alat musik gesek dan alat-alat musik perkusi. Biasanya kesenian ini digunakan untuk mengantar pengantin atau dalam acara pawai daerah. Tapi pada umumnya kesenian ini diadakan di suatu tempat yang akan dihadiri oleh masyarakat Betawi secara luas layaknya sebuah orkes. Kesenian Tanjidor juga terdapat di Kalimantan Barat, sementara di Kalimantan Selatan sudah punah.

MUSIK SAMRAH
Samrah adalah salah satu budaya Betawi. Orkes samrah berasal dari Melayu sebagaimana tampak dari lagu-lagu yang dibawakan seperti lagu Burung Putih, Pulo Angsa Dua, Sirih Kuning, dan Cik Minah dengan corak Melayu, disamping lagu lagu khas Betawi, seperti Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang-lenggang Kangkung dan sebagainya. Tarian yang biasa di iringi orkes ini disebut Tari Samrah.

Gerak tariannya menunjukkan persamaan dengan umumnya tari Melayu yang mengutamakan langkah langkah dan lenggang lenggok berirama, ditambah dengan gerak-gerak pencak silat, seperti pukulan, tendangan, dan tangkisan yang diperhalus. Biasanya penari samrah turun berpasang-pasangan. Mereka menari diiringi nyanyian biduan yang melagukan pantun-pantun bertherna percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri seperti orang buruk rupa hina papa tidak punya apa-apa.

PERKAWINAN BETAWI
Perkawinan Adat Pengantin Betawi ditandai dengan serangkaian prosesi. Didahului masa perkenalan melalui Mak Comblang. Dilanjutkan lamaran. Pingitan. Upacara siraman. Prosesi potong cantung atau ngerik bulu kalong dengan uang logam yang diapit lalu digunting. Malam pacar, mempelai memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.

Puncak adat Betawi adalah Akad Nikah. Mempelai wanita memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Dahi mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit menandakan masih gadis saat menikah.

Mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, Hem, Jas, serta kopiah. Ditambah baju Gamis berupa Jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai. Jubah, Baju Gamis, Selendang yang memanjang dari kiri ke kanan serta topi model Alpie menandai agar rumah tangga selalu rukun dan damai.

Prosesi Akad Nikah Mempelai pria dan keluarganya datang naik andong atau delman hias. Disambut Petasan. Syarat mempelai pria diperbolehkan masuk menemui orang tua mempelai wanita adalah prosesi ‘Buka Palang Pintu’. Yakni, dialog antara jagoan pria dan jagoan wanita, kemudian ditandai pertandingan silat serta dilantunkan tembang Zike atau lantunan ayat-ayat Al Quran. Pada akad nikah, rombongan mempelai pria membawa hantaran berupa:

Sirih, gambir, pala, kapur dan pinang. Artinya segala pahit, getir, manisnya kehidupan rumah tangga harus dijalani bersama antara suami istri.
Maket Masjid, agar tidak lupa pada agama dan harus menjalani ibadah shalat serta mengaji.
Kekudang, berupa barang kesukaan mempelai wanita misalnya salak condet, jamblang, dan sebagainya.
Mahar atau mas kawin.
Pesalinan berupa pakaian wanita seperti kebaya encim, kain batik, lasem, kosmetik, sepasang roti buaya. Buaya merupakan pasangan yang abadi dan tidak berpoligami serta selalu mencari makan bersama-sama.
Petisie yang berisi sayur mayur atau bahan mentah untuk pesta, misalnya wortel, kentang, telur asin, bihun, buncis dan sebagainya.

INI YANG UNIK DALAM PERKAWINAN ADAT BETAWI…
Roti buaya adalah hidangan Betawi berupa roti manis berbentuk buaya. Roti buaya senantiasa hadir dalam upacara pernikahan dan kenduri tradisional Betawi.
Makna

Suku Betawi percaya bahwa buaya hanya kawin sekali dengan pasangannya; karena itu roti ini dipercaya melambangkan kesetiaan dalam perkawinan. Pada saat pernikahan, roti diletakkan di sisi mempelai perempuan dan para tamu kondisi roti ini melambangkan karakter dan sifat mempelai laki-laki.Buaya secara tradisional dianggap bersifat sabar (dalam menunggu mangsa).Selain kesetiaan, buaya juga melambangkan kemapanan.Akan tetapi kini dalam simbolisme budaya modern, makna buaya berubah menjadi hal yang buruk, misalnya buaya judi, buaya minum (pemabuk) dan buaya darat (orang yang mata keranjang).

PALANG PINTU
Palang Pintu Betawi merupakan upacara adat Betawi yang biasanya dilaksanakan untuk pernikahan adat betawi.

Palang dalam bahasa berati menghalangi dan pintu berati tempat masuk, palang pintu berarti menghalangi sesuatu yang ingin masuk . Palang Pintu Betawi sendiri yaitu upacara adat betawi dimana pada saat rombongan mempelai laki – laki sampe di tempat mempelai wanita, mempelai laki – laki tidak diperkenankan masuk sebelum menyelesaikan syarat -syarat yang diminta oleh pihak besan mempelai wanita. Syaratnya biasanya adu dua , yang pertama pihak mempelai laki – laki harus bisa maen silat (mengalahlan tukang pukul pihak mempelai wanita). Syarat kedua yaitu sikeh, mempelai laki – laki dituntut untuk bisa mengaji.

Kaedah yang terkandung dari upacara palang pintu adalah penganten laki – laki dituntut bisa maen silat agar dapat melindungi calon istrinya dari orang – orang yang ingin berbuah jahat. dan juga penganten laki – laki dituntut harus bisa mengaji agar nantinya bisa menjadi imam yang baik dalam segi agama islam dan mencontohkan hal – hal baik kepada anak dan istrinya.

COKEK
Tari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi Tempo Doloe. Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Tarian khas Tanggerang ini diwarnai budaya etnik China. Penarinya mengenakan kebaya yang disebut cokek

Jenis tarian ini diduga kuat merupakan kebudayaan yang berasal dari Tiongkok dan telah dikenal oleh masyarakat pesisir pada kisaran abad XIX. Adalah Tan Sio Kek seorang pedagang dari daratan China yang pertama kali mengenalkan tarian ini pada masa lalu.

Masyarakat pesisir khususnya di daerah Teluk Naga yang secara langsung berinteraksi dengan para pedagang dari negara lain lambat laun mengenal baik tarian yang awalnya dibawakan oleh para wanita ini. Perlahan tarian yang identik dengan gerakan melenggok ini menyebar di berbagai wilayah hingga ke Banten dan Betawi. Namun demikian masyarakat setempat tidak serta merta mengikuti gerakan tari yang dikenalkan oleh Tan Sio Kek melainkan telah menambahkan kebudayaan setempat yakni Banten dan Betawi dalam gerakan dan properti yang digunakan para penarinya.

Menurut beberapa sumber sejarah tari cokek betawi mulanya dipertunjukan oleh 3 wanita selaku penarinya. Dari awal kelahirannya tarian ini memang sudah terlihat sebagai tarian kelompok yang dimainkan oleh lebih dari satu penari. Namun demikian pertunjukan tari cokek modern kerap disajikan oleh lebih dari 3 penari.

Pada masa lalu selain dipertunjukkan dalam acara pernikahan dan acara adat lainnya tarian ini juga kerap dijadikan sebagai bentuk sambutan terhadap tamu undangan

DAFTAR PUSTAKA :
Saidi, Ridwan. Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya

jakartakuliner2.blogspot.com/2013/06/sejarah-ondel-ondel

Shahab, Alwi (2004). Junaidi, Irfan, ed. Saudagar Baghdad dari Betawi (dalam Indonesia). Jakarta: Penerbit Republika

















Komentar

POSTINGAN POPULER

MENGOBATI IKAN MAS KOKI YANG TERKENA PENYAKIT BERCAK MERAH DI BADAN

LEBIH MENGENAL INFJ

INFJ DOORSLAM

KISAH RONALD READ DAN RICHARD FUSCONE

PERBEDAAN POIN KOMPETITIF DAN POIN KOMPETITIF LANJUTAN PADA FC MOBILE

CARA MENINGKATKAN OVER PEMAIN DAN MELATIH PEMAIN DALAM GAME FC MOBILE

REVIEW BUKU QUIET IMPACT TAK MASALAH JADI ORANG INTROVER

DARI AQUASCAPE KE AQUARIUM IKAN MAS KOKI

REVIEW BUKU BREAKING THE HABIT OF BEING YOURSELF

REVIEW BUKU CATATAN SEORANG DEMONSTRAN SOE HOK GIE